Greetings

Welcome to my blog! You are visitor no. web counter. Feel free to look around. If you have any question, send me an email; otherwise, please leave a message on my board. thanks!


Playlist





Tagboard



Frequents


Archive


Credits



"you make me feel like a natural man"

banyak mitos dalam budaya patriarkal kita yg telah mengakar begitu kuat hingga telah menjadi "norma." salah satu dr mitos2 tersebut adalah bahwa pasangan yg ideal terdiri dr pria yg lebih tua dr wanita, atau bhw seorang istri selayaknya lebih muda dr suaminya. alasan yg sering dikemukakan adalah karena dalam menjalankan peran sbg kepala rumah tangga, laki2 sepatutnya memiliki kadar kedewasaan yg cukup. maksudnya, utk menjadi panutan bagi keluarga, sudah selayaknya jika sang suami berusia lebih tua dr istrinya.

tapi jika kita melihat budaya lain, tampak bhw kedua claim ini -- yaitu peran laki2 sebagai kepala rumah tangga dan panutan -- bukanlah sesuatu yg inherent, alami, atau yg telah ditetapkan dr sononya. pada budaya2 lain yg lebih maju dlm hal ekonomi, teknologi dan mungkin juga intelektual, tidak ada retorika yg mengatakan bhw seorang suami adalah kepala rumah tangga sekaligus panutan. suami-istri merupakan pasangan yg saling mengisi, jika tidak saling menyaingi. oleh krn itu, tdk penting bhw seorang laki2 harus lebih tua dr istrinya.

jadi, mitos bhw pria harus lebih tua dr pasangan wanitanya telah dibangun di atas mitos2 lain yg dalam keseluruhannya membentuk struktur/sistem patriarki.

satu lagi alasan "ajaib" yg sering dikemukakan utk memberi alasan kenapa seorang suami harus lebih tua dr istrinya. my mom will say, "karena perempuan lebih cepat tua daripada laki-laki." this is simply the biggest bullshit the patriarchal order ever produced. ibunda, seperti juga perempuan2 lain yg merupakan produk dari budaya ini, percaya bhw mereka bakal lebih cepat tua dr suaminya, krn itu sudah selayaknya jika mereka menikah dengan pria yg lebih tua.

dan memang perempuan2 seperti mereka menjadi lebih cepat tua dr sang suami. it's amazing what the power of belief can engender! bagaimana tidak, hidup dlm kukungan dapur dan sumur telah menciptakan makhluk2 berbau asap, minyak tanah, keringat, dan senantiasa berbalut daster. tanpa usaha utk tampil cantik ataupun merawat diri, tanpa latihan utk membangun rasa percaya diri, tidaklah heran jika ibu2 spt ini menjadi lebih cepat tua dr suami2 mereka. komentar teman2 mereka bhw perbedaan usia 10 tahun antara orangtuaku sama sekali tidak tampak, selalu ditanggapi nyokap dengan senyum. seolah-oleh konfirmasi atas keyakinannya bakal menjadi lebih cepat tua dr bokap.

on the other hand, i have another theory mengapa sistem patriarki mengidealkan suami yg lebih tua utk seorang istri.

hari minggu yg lalu, musim panas seolah hendak unjuk gigi. weather forecast memperkirakan suhu 33 derajat celcius pd siang hari, tapi aku tau temperatur hari itu gak kurang dr 35 derajat. udara panas sedang menggantung di atas kepulauan jepang beberapa minggu terakhir ini dan telah meminta korban seperti yg terjadi di california dan eropa bulan lalu. ketika gelombang panas menyapu, yg banyak menjadi korban adalah orang2 lanjut usia. seperti pada hari minggu kemarin, keluhan "atsui, atsui" (panas) banyak terlontar dr orang2 tua saat menunggu kereta di platform.

begitu kereta datang, aku yg antri paling depan beruntung bisa dapat tempat duduk. langsung kukeluarkan buku naming the witch utk kubaca selama 45 menit perjalanan kereta. kereta tak begitu sesak hari itu, tapi tetap saja banyak yg harus berdiri bergelantungan.

di beberapa perhentian berikutnya, penumpang yg duduk di sebelahku bangkit berdiri utk turun. begitu dia beranjak dr tempat duduknya, seseorang yg berdiri dekat situ langsung menyelakan kakinya utk mengklaim tempat duduk tsb. kaki yg dijejakkan di hadapan tempat duduk kosong merupakan signal bhw si empunya kaki berkehendak utk mengambil tempat duduk tsb.

tapi begitu aku mengangkat kepala utk melihat si empunya kaki, seorang ibu tua berpenampilan cantik seperti hendak ke pesta, tampak ibu itu malah sedang menarik seseorang utk didudukan di kursi yg telah diklaimnya. rupanya suaminya sejak tadi ikut bergelantungan krn tak kebagian tempat duduk. sang suami tampak kepayahan. keringat membasahi muka, leher dan setelannya yg bagus. cepat2 aku bangkit berdiri dan memberi signal pada ibu tsb utk mengambil tempat dudukku di sebelah suaminya. tapi dengan nada ramah dan lincah dia menolak. "tidak apa2, sungguh tidak usah," katanya. ibu yg masih tampak cantik dan sigap itu kemudian sibuk mengipasi dan menyeka keringat suaminya. aku hanya mengangguk dan duduk lagi meneruskan bacaanku sampai kereta berhenti di stasiun yotsuya tempat gerejaku berada.

saat pulang dr gereja, sekali lagi aku menyaksikan pemandangan yg mirip. saat berjalan kaki dr stasiun menuju rumah, di perempatan jalan terlihat sepasang orang tua sedang bergandengan. menunjukkan physical affection bukanlah budaya jepang, apalagi di antara generasi tua. tapi sesudah aku tiba di dekat mereka dan turut menunggu lampu hijau, kusadari bhw mereka bukan sedang bergandengan -- si ibu sedang memapah suaminya. sang suami seperti hampir semaput krn temperatur yg panas sekali sore itu. saat menunggu lampu hijau, dia bersandar pada railings yg membatasi pedestrian dan jalan. ketika lampu merah berganti, dia berjalan tertatih-tatih dengan dipapah sang istri.

lewat beberapa langkah, aku telah mendahului. tapi pikiranku tertahan pd mereka. somehow, pemandangan tersebut sangat familiar, deja vu. but where did i see it? sesudah sibuk mengaduk memory chip di kepala, baru aku sadar bhw pemandangan itu mirip dengan tahun2 yg kulalui saat kuliah ketika nyokap merawat bokap yg chronically ill dan harus bolak-balik masuk rumah sakit. suatu pemandangan biasa yg sebenarnya sangat omnipresent. saking biasanya, kita tdk pernah tergugah utk bertanya: lantas siapa yg merawat ketika sang istri menjadi tua, lemah atau sakit?

pikiran tsb menghantuiku sepanjang perjalanan pulang. budaya patriarki yg mengidealkan laki2 yg lebih tua utk setiap perempuan telah menciptakan keadaan di mana saat sang suami menjadi tua, lemah dan sakit2an, dia punya sang istri utk merawat dan mendampinginya. ini yg terjadi pada orang tuaku, juga pada mertua laki2ku yg dirawat oleh istrinya sampai dia meninggal di usia 85 thn. tapi ketika tiba waktunya ibu2 ini menjadi tua dan sakit2an, pd waktu itu para suami telah lama pergi.

i can't help but feeling how unfair the way we are taught to mate! rasanya seperti satu konspirasi besar dalam sistem patriarki yg mengidealkan suami yg lebih tua.

di atas semua keuntungan biologis tersebut, seorang istri yg lebih muda dan penurut juga kondusif untuk pemeliharaan ego seorang laki2. sebab kebalikannya, pasangan wanita yg lebih tua, lebih tau, apalagi yg lebih tinggi dalam status sosial akan mengancam ego-nya, membuat si laki-laki merasa tidak jantan, bahkan merasa bukan "laki-laki." so fragile and artificial is the concept of manhood! sebab bukankah "laki-laki" tidak lebih dari sebuah metafora?